/*-----Widget by http://waroenkblog.blogspot.com----*/ .label-size{ margin:0 2px 6px 0; padding: 3px; text-transform: uppercase; border: solid 1px #C6C6C6; border-radius: 3px; float:left; text-decoration:none; font-size:10px; color:#666; } .label-size:hover { border:1px solid #6BB5FF; text-decoration: none; -moz-transition: all 0.5s ease-out; -o-transition: all 0.5s ease-out; -webkit-transition: all 0.5s ease-out; -ms-transition: all 0.5s ease-out; transition: all 0.5s ease-out; -moz-transform: rotate(7deg); -o-transform: rotate(7deg); -webkit-transform: rotate(7deg); -ms-transform: rotate(7deg); transform: rotate(7deg); filter: progid:DXImageTransform.Microsoft.Matrix( M11=0.9961946980917455, M12=-0.08715574274765817, M21=0.08715574274765817, M22=0.9961946980917455, sizingMethod='auto expand'); zoom: 1; } .label-size a { text-transform: uppercase; float:left; text-decoration: none; } .label-size a:hover { text-decoration: none;

cari disini

Selasa, 26 Februari 2013

Nasi Buranan Mak Ti



Soto dari Kota Lamongan memang cukup terkenal, selain di kota itu sendiri kita juga bisa menemukan penjual soto lamongan dibeberapa kota besar lainnya. Namun untuk nasi buranan yang juga menjadi salah satu makanan khas dari kota ini, mungkin tidak akan bisa kita temukan di kota lainnya. Malam itu kami dari kota Rembang menuju kota Surabaya, ketika melintasi Jl. Panglima Sudirman jam menunjukkan angka 23.46 WIB. Tidak jauh dari lampu merah dengan traffic light yang menunjukkan arah menuju alun-alun kalau ke selatan, ada seorang penjual di tepi jalan yang dikelilingi beberapa orang termasuk yang berseragam polisi juga ada di sana. Karena penasaran, kami pun memutar balik kendaraan kemudian memarkirnya di belakang mobil polisi yang sudah terparkir disana.
Saya bersama tim wisatakuliner yang lain turun dan menuju ke penjual tersebut, kami berdiri cukup lama sambil mengamati keadaan disana. Terlihat seorang Ibu yang sudah cukup tua duduk di bawah kursi kecil yang cukup rendah sambil melayani para pembeli yang mengerubutinya. Sebuah bakul nasi berukuran besar berada di depannya, di sampingnya ada beberapa panci yang berisi lauk yang cukup beraneka. Setelah berdiri disana beberapa saat dan sedikit berbincang dengan penjualnya, tenyata Ibu-Ibu ini sedang menjual nasi buranan.
Sebenarnya kami juga tidak tahu apa nasi buranan itu? Dari informasi yang Saya terima dari Mak Ti sebagai salah satu penjualnya, disebut nasi buranan atau sego buranan karena tempat untuk menyimpan nasinya terbuat dari anyaman bambu yang disebut sebagai buran/ buranan oleh warga setempat. Sedangkan ciri lain dari nasi buranan yaitu ikan sili dan sambal buranan. Ikan sili merupakan salah satu jenis ikan sungai yang lebih suka tinggal di tepian sungai yang berlumpur, sehingga rasanya seperti beraroma tanah lumpur namun sedikit agak aneh dan cukup unik. Sedangkan sambal buranan terbuat dari parutan kelapa sangrai yang diblender bersama bumbu lengkap lainnya dengan cabai yang cukup melimpah, sehingga rasanya cenderung sangat pedas namun gurih dan nikmat.
Untuk nasi buranan yang dijual oleh Mak Ti yang bernama lengkap Ibu Marti, dalam penyajiannya menggunakan daun pisang yang dipincuk. Nasi putihnya disajikan dengan sayur yang diolah seperti krawu namun rasanya berbeda, rempeyek, dan lauk sesuai selera yang sebelumnya dilumatkan dengan sambal buranan yang cukup banyak. Pilihan lauk yang tersedia ada ikan sili, ikan kuthuk (gabus), ceker, sayap, sate usus dan uritan yang semuanya diolah dengan cara digoreng. Saya lebih memilih ikan kuthuk sebagai lauknya, sedangkan rekan Saya lebih memilih ikan sili. Setelah mencobanya, ternyata rasanya memang benar-benar nikmat, sambalnya pedas banget dan nasinya terasa lebih nikmat. Pasalnya dalam pengolahan nasi dan lauknya masih dimasak menggunakan kayu bakar, selain itu penyajiannya yang masih menggunakan alas daun pisang membuat makanan ini terasa lebih nikmat. Sedangkan ikan kuthuknya sendiri terasa gurih dan semakin nikmat dengan balutan sambal buranan yang pedasnya menggit. Kalau untuk ikan sili, rasanya seperti yang sudah Saya gambarkan sebelumnya, sedikit berasa seperti tanah berlumpur, aneh namun juga unik. Rasanya memang nikmat, tapi lebih terasa nikmat lagi karena harga yang sangat murah. Untuk seporsi nasi buranan hanya dibandrol dengan harga 5 ribu rupiah dengan porsi yang tidak sedikit. Kalau ingin menambah lauk, kita cukup mengeluarkan kocek 2 ribu rupiah saja untuk setiap jenis lauknya.
Meskipun hanya menempati seruas jalan trotoar, dengan cahaya lampu jalan yang redup dan beralaskan terpal, tapi para pelanggan Mak Ti tetap ramai dan mereka terlihat sangat menikmati nasi buranan Mak Ti ini. Tidak kurang dari 10 kg beras dan ±7 kg ikan selalu dibutuhkan Mak Ti untuk memenuhi permintaan para pembelinya. Mak Ti ini sudah berjualan nasi buranan sejak tahun 1974, dulunya Beliau menjajakan dagangannya di dekat alun-alun. Tapi karena ada perubahan infrastruktur, sehingga Mak Ti berpindah di lokasi yang sekarang ini. Biasanya Mak Ti mulai melayani para pembelinya dari jam 10 malam hingga lewat tengah malam, namun seringnya sebelum jam 12 malam dagangannya juga sudah habis. Selain Mak Ti, kita juga bisa menemukan beberapa penjual nasi buranan di sepanjang jalan tersebut yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan tempat Mak Ti. Kalau lokasi Mak Ti sendiri berada tepat di samping penitipan DS Motor yang buka 24 jam sebelum lampu merah pertigaan menuju alun-alun Kota Lamongan.
  • Menu Andalan:Nasi Buranan (Rp. 5.000/ porsi)
  • Jam Buka:22.00 - 02.00
  • Alamat Lokasi:Jl. Panglima Sudirman, Lamongan

0 komentar:

Posting Komentar